Senin, 31 Maret 2014

makalah Suku Toraja

BAB I
PENDAHULUAN

                                                                                                                    
A.  Latar Belakang
Indonesia di kenal sebagai negara kepulauan, yang memiliki banyak sekali keberagaman suku, budaya, bahasa agama dan masih banyak lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang di kagumu karena  keunikannya, dan tak jarang pula ada pihak dari negara lain yang mencuri salah satu ciri khas budaya Indonesia.
Begitu banyak suku dan budaya yang ada di Indonesia, sampai mungkin ada banyak yang telupakan bahkan tidak diketahui keberadaanya oleh masyarakat banyak. Oleh karena itu makalah ini di buat untuk memperkenalkan salah satu budaya adat dari sebuah suku yang umumnya belum terlalu di kenal masyarakat Indonesia, yaitu suku Toraja, yang ada di provinsi Sulawesi Seltan.
Kami  memilih kebudayaan suku Toraja karena beberapa alasan, yaitu pertama karena toraja adalah suku dari ayah kami, kedua kebudayaannya yang unik mendorong kami untuk mengenal lebih jauh tentang adat-istiadat suku toraja, ketiga karena merupakan salah satu bagian wilayah di indonesia yang kurang dikenal, maka dari itu dengan makalah ini, kami berharap dapat memberitahu sekilas tentang toraja kepada para pembaca, terutama tentang upacara adat pemakaman yang unik, yang belum banyak diketahui oleh masyarakat.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang di maksud dengan Toraja?
2.      Bagaimana adat istiadat suku Toraja?
3.      Seperti apa upacara adat pemakaman suku Toraja yang di kenal sebagai upacara yang paling penting dan mahal di suku Toraja?


C.    Tujuan
1.    Mengenal suku Toraja.
2.    Mengetahui arti dari kata Toraja.
3.    Mengenal adat istiadat suku Toraja.
4.    Mengetahui upacara pemakaman suku Toraja.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Suku Toraja
images (3).jpg
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma, mereka juga menetap di sebagian dataran Luwu dan Sulawesi Barat.
Asal-usul nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.

Tana Toraja, negeri yang begitu banyak adat istiadat dan tempat tujuan wisata yang indah. Tana Toraja berjarak 300 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan, menyimpan berbagai macam adat dan budaya leluhur yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan tetap lestari hingga kini. Suku Toraja selama ini dikenal sebagai salah satu suku yang sangat taat dalam menjalankan ritual adatnya, yang terbagi dalam dua golongan besar, masing -masing adalah tradisi untuk menghadapi kedukaan atau sering disebut Rambu Solok dan tradisi untuk menyambut kegembiraan yang dinamakan dengan Rambu Tuka. Masing-masing tradisi ini masih mempunyai tujuh tahapan upacara.
Setiap keturunan suku Toraja, dimanapun berada, wajib menjunjung tinggi akar budaya nenek moyang mereka. Hingga kini , anak cucu keturunan suku Tana Toraja yang berada di luar negeri dan berbagai wilayah di Indonesia, akan tetap melakukan tradisi yang sama yang dilakukan oleh nenek moyang mereka  ribuan tahun yang lalu. Ketaatan mereka dalam menjalankan ada istiadat dan budaya peninggalan nenek moyang mereka hingga kini, menarik banyak wisatawan asing dan dalam negri untuk mengunjungi Tana Toraja setiap tahunnya. Tana Toraja, kini menjadi salah satu daerah wisata andalan yang dimiliki oleh Sulawesi Selatan. Berbagai upacara adat yang dimiliki oleh Tana Toraja dan diselenggarakan setiap tahunnya, menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan asing.
Dalam masyarakat Suku Toraja, sampai saat ini masih banyak yang memegang kepercayaan peninggalan para leluhurnya. Maka tidak mengherankan bila kedua tradisi tersebut masih sering diadakan sampai saat ini.

C.  Upacara Adat Pemakaman Rambu Solo' di Tana Toraja

Siapa yang tidak kenal dengan Tana Toraja, negeri yang begitu banyak adat istiadat dan tempat tujuan wisata yang indah. Tana Toraja berjarak 300 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan, menyimpan berbagai macam adat dan budaya leluhur yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan tetap lestari hingga kini.

torajaa.jpgunduhan.jpg
Ada berbagai upacara adat di Tana Toraja, salah satunya adalah Rambu Solo'. Rambu Solo' adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara.
Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua mereka yang meninggal dunia.
Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. Dulu, upacara ini hanya mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan, melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.
Puncak dari upacara Rambu Solo disebut dengan upacara Rante yang dilaksanakan di sebuah “lapangan khusus”. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah (ma‘tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‘roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma‘popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (ma‘palao).
Selain itu, juga terdapat berbagai atrakasi budaya yang dipertontonkan, di antaranya: adu kerbau (mappasilaga tedong), kerbau-kerbau yang akan dikorbankan diadu terlebih dahulu sebelum disembelih; dan adu kaki (sisemba). Dalam upacara tersebut juga dipentaskan beberapa musik, sepertipa‘pompan, pa‘dali-dali dan unnosong; serta beberapa tarian, seperti pa‘badong, pa‘dondi, pa‘randing, pa‘katia, pa‘papanggan, passailo dan pa‘pasilaga tedong.
images (4).jpg
Menariknya lagi, kerbau disembelih dengan cara yang sangat unik dan merupakan ciri khas mayarakat Tana Toraja, yaitu menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan. Jenis kerbau yang disembelih pun bukan kerbau biasa, tetapi kerbau bule (tedong bonga) yang harganya berkisar antara 50 juta perekor bahkan bisa mencapai ratusan juta. Selain itu, juga terdapat pemandangan yang sangat menakjubkan, yaitu ketika iring-iringan para pelayat yang sedang mengantarkan jenazah menuju Puya, dari kejauhan tampak kain merah panjang bagaikan selendang raksasa membentang di antara pelayat tersebut.
images (2).jpg
Gambar para pelayat mengantarkan jenazah menuju Puya.

toraja.jpg
Gambar kuburan batu.

Rambu Solo’ mencerminkan kehidupan masyarakat Tana Toraja yang suka gotong-royong, tolong-menolong, kekeluargaan, memiliki strata sosial, dan menghormati orang tua. Mengenai adu kerbau, ia mengakui di satu sisi menjadi daya tarik pariwisata, namun di sisi lain banyaknya kerbau, terutama kerbau bule (Tedong Bonga), yang dipotong akan mempercepat punahnya kerbau. Apalagi, konon Tedong Bonga termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) yang merupakan spesies yang hanya terdapat di Toraja.






BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Sebenarnya Indonesia memiliki ragam kebudayaan dan suku-suku didalamnya, tetapi banyak masyarakat yang tidak mengenal kebudayaan apa saja yang ada dinegerinya. Salah satu contohnya adalah Toraja, suku yang berdiam di provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki banyak kebudayaan-kebudayaan yang unik. Dari mulai suku-suku, bahasa, adat perkawinan, upacara adat kematian, makanan khas, dan objek wisata yang beragam dan unik, terutama upacara adat kematian yang merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal.

B.  SARAN
Kebudayaan Indonesia yang beragam seharusnya tidak kita sia-siakan begitu saja, sebagai bangsa yang mencintai tanah air, kita harus mampu melestarikan kebudayaan-kebudayaan bangsa. Jika kita tidak mampu melestarikannya, kebudayaan yang kita miliki semakin lama akan semakin punah. Oleh sebab itu, kita harus dapat mempelajari sedikit banyaknya tentang kebudayaan-kebudayaan daerah, biarpun kebudayaan tersebut bukan berasal dari daerah kita.






DAFTAR PUSTAKA

http://blaketupruk.blogspot.com/2010/01/makalah-tentang-toraja.html
#http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja


Tidak ada komentar:

Posting Komentar